Selasa, 08 Maret 2011

Budaya organisasi

Pengertian Budaya Organisasi
Beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :
a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
Masih menurut Robbins (1994:478), budaya organisasi juga memiliki definisi sebagai nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi atau falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan pelanggan, atau cara pekerjaan dilakukan ditempat kerja, atau asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat diantara anggota organisasi.1
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku.
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.

II.2 Ciri-ciri budaya organisasi
Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).
Menurut Samdeep dan Lylesussman mengklasifikasikan sebelas cirri budaya perusahaan yang unggul2:
1. Keyakinan yang tidak tergoyahkan bahwa manusia adalah sumberdaya perusahaan yang paling penting.
2. Dukungan dari kewirausahaan intern menghargai karyawan yang membantu perusahaan yang tercapai misinya.
3. Pengendalian yang lebih didasarkan pada loyalitas dan komitmen ketimbang pada aturan dan kepatuhan.
4. Komitmen pada karyawan terhadap tujuan perusahaan lebih tinggi ketimbang komitmen mereka terhadap utjuan kelompok atau pribadi.
5. Komitmen manajemen puncak untuk menyemaikan kebanggaan dikalangan semua karyawan.
6. Komitmen manajemen puncak untuk menghasilkan produk atau layanan yang unggul lainnya.
7. Keyakinan akan pentingnya ritual, upacara, dan pahlawan perusahaan.
8. Keyakinan akan pentingnya informasi kabar baik maupun kabar buruk.
9. Kesadaran bahwa komunikasi keatas lebih penting daripada komunikasi kebawah.
10. Dukungan manajemen puncak atas pelatihan dan pengembangan komitmen untuk selalu lebih pandai daripada pesaing.
11. Pandangan yang menghargai kebranian mengambil resiko dan kreatifitas.

II.3 Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

II.4. Model – model Budaya Organisasi
Para pakar mengemukakan model- model hubungan dimensi hubungan ant r dimensi – dimensi budaya organisasi. Edgar H. Schein ( 1985) melukiskan budaya organisasi dalam 3 level3. Ketiga level tersebut adalah :
Level 1 : Artefak. Level ini merupakan dimensi yang paling terlihat dari budaya oraganisasi, merupakan lingkungan fisik dan sosial organisasi . Pada level ini orang yang memasuki suatu organisasi dapat melihat dengan jelas bangunan output (barang dan jasa), teknologi , bahasa tulis dan lisan, produk seni, dan perilaku anggota organisasi. Anggota organisasi sering tidak menyadari mengenai artefak budaya organisasi mereka, tetapi orang luar organisasi dapat mengamatinya dengan jelas.
Level 2 : Nilai- nilai . Semua pembelajaran organisasi merefleksikan nilai-nilai n organisasi, perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya berbeda dengan apa yang ada . Jika anggota organisasi menghadapi persoalan atau tugas baru, solusinya adalah nilai-nilai. Misalnya , perusahaan yang baru didirikan mengalami penurunan penjualan produknya. Pemimpin perusahaan menyatakan ‘’ kita harus meningkatkan iklan dan menerobos pasar baru untuk meningkatkan penjualan’’. Pernyataan ini dijabarkan dalam kegiatan operasi anggota organisasi dan berhasil. Kepercayaan pemimpin ini merupakan nilai- nilai dari pemimpin.
Level 3: Asumsi dasar . Jika solusi yang dikembangkan pemimpin perusahaan dapat berhasil berulang- berulang , maka solusi dianggap sebagai sudah seharusnya ( taken for granted ) . Apa yang semula hanya merupakan hipotesis yang didukung oleh nilai- nilai , setelah berhasil dianggap sebagai realitas dan kebenaran. Asumsi dasar merupakan solusi yang paling dipercaya sama dengan teori ilmu pengetahuan yang sedang diterapkan untuk suatu problem yang dihadapi organisasi.

II . 5. Peran Budaya Organisasi
Budaya organisasi diteliti oleh pakar untuk mengetahui perannya dalam organisasi. Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa budaya organisasi mempunyai peran besar dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa budaya organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi, dan mereka yang berhubungan dengan organisasi.4
1.Identitas organisasi. Budaya organisasi berisi satu set karakteristik yang melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi yang lain. Budaya organisasi menunjukkan identitas organisasi kepada orang di luar organisasi.
2.Menyatukan organisasi. Budaya organisasi merupakan lem normatif yang merekatkan unsur- unsur organisasi menjadi satu . Norma, nilai-nilai, dan kode etik budaya organisasi menyatukan dan mengoordinasi anggota organisasi. Ketika akan masuk menjadi anggota organisasi, para calon anggota organisasi mempunyai latar belakang budaya dan karakterisik yang berbeda. Agar dapat diterima sebagai anggota organisasi , mereka wajib menerima dan menerapkan budaya organisasi. Budaya organisasi menyediakan alat kontrol bagi aktivitas organisasi dan perilaku anggota oraganisasi. Norma, nilai- nilai , dan kode etik budaya organisasi menyatukan pola pikir dan perilaku anggota oraganisasi. Isi budaya mengontrol apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota organisasi.
3.Reduksi konflik. Budaya organisasi sering dilukiskan sebagai semen atau lem yang menyatukan organisasi . Pola pikir, asumsi, dan filsafat organisasi yang sama memperkecil perbedaan dan terjadinya konflik di antara anggota organisasi. Jika terjadi perbedaan atau konflik , budaya organisasi mempunyai cara untuk menyelesaikannya.
4.Komitmen kepada organisasi dan kelompok. Budaya organisasi bukan saja menyatukan, tetapi juga memfasilitasi komitmen anggota organisasi kepada organisasi dan kelompok kerjanya. Budaya organisasi yang kondusif mengembangkan rasa memiliki dan komitmen tinggi terhadap organisasi dan kelompok kerjanya.
5.Reduksi ketidakpastian. Budaya organisasi mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepastian. Dalam mencapai tujuannya, organisasi menghadapi ketidakpastian dan kompleksitas lingkungan, demikian juga aktivitas anggota organisasi dalam mencapai tujuan tersebut. Budaya organisasi menentukan ke mana arah, apa yang akan dicapai , dan bagaimana mencapainya. Budaya organisasi juga mengembangkan pembelajaran bagi anggota baru. Mereka mempelajari apa yang penting dan yang tidak penting , apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Mereka mempunyai pedoman yang memberikan kepastian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
6.Menciptakan Konsistensi . Budaya organisasi menciptakan konsistensi berpikir, berprilaku, dan merespons lingkungan organisasi. Budaya organisasi memberikan peraturan, panduan, prosedur, serta pola memproduksi dan melayani konsumen , pelanggan, nasabah, atau klien organisasi. Semua hal tersebut menimbulkan konsistensi pola pikir, cara bertindak, dan berprilaku anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya , tidak menyimpang dari panduan yang ada di buku budaya organisasi.
7.Motivasi. Budaya organisasi merupakan kekuatan tidak terlihat atau invisible force di belakang faktor – faktor organisasi yang kelihatan dan dapat diobservasi. Budaya merupakan energi sosial yang membuat anggota organisasi untuk bertindak. Budaya organisasi memotivasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka merasa berkewajiban dan bertanggungjawab untuk merealisasi tujuan organisasi .
8.Kinerja organisasi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan , meningkatkan , dan mempertahankan kinerja tinggi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja karyawan . Semua faktor tersebut merupakan indikator terciptanya kinerja tinggi dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi yang juga tinggi.
9.Keselamatan kerja. Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap keselamatan kerja. Richard L. Gardner ( 1999) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa faktor- faktor penyebab kecelakaan industri adalah budaya organisasi perusahaan. Ada hubungan kausal positif antara budaya organisasi dan kecelakaan industri. Untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja , perlu dikembangakan budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
10.Sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi yang kuat mendorong motivasi kerja, konsistensi, efektivitas, dan efisiensi, serta menurunkan ketidakpastian yang memungkinkan kesuksesan organisasi dalam pasar dan persaingan.

II. 6. Menciptakan dan Mempertahankan budaya
Budaya suatu organisasi tidak muncul begitu saja dari kehampaan. Sekali ditegakkan jarang budaya itu berangsur padam. Ada kekuatan yang menyebabkan budaya itu menjadi kuat dan dapat bertahan menjadi suatu budaya dalam organisasi. Adapun sebabnya :
A.Asal mula suatu budaya
Kebiasaan dewasa ini, tradisi, dan cara umum organisasi melakukan segala sesuatu sebegian besar disebabkan oleh apa yang berasal dari apa yang telah dilakukannya sebelumnya dan tingkat keberhasilan yang telah diperoleh melalui usaha keras tersebut. Ini membimbing kita ke sumber paling akhir dari budaya organisasi : pendirinya. Para pendiri suatu organisasi secara tradisional mempunyai dampak utama pada budaya dini organisasi tersebut. Mereka mempunyai suatu visi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Mereka tidak dikendalai oleh kebiasaan atau ideologi sebelumnya . Ukuran kecil yang lazimnya mencirikan organisasi baru mempermudah pemaksaan pendiri akan visinya pada semua anggota organisasi.
B.Menjaga budaya agar tetap hidup
Sekali budaya terbentuk, praktek-praktek di dalam organisasi bertindak untuk mempertahankannya dengan memberikan kepada karyawannya seperangkat pengalaman yang serupa . Misalnya, banyak praktek sumberdaya manusia yang kita bahas dalam bab sebelumnya memperkuat budaya organisasi itu. Proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, praktek pemberian imbalan, kegiatan pelatihan dan pengembangan karir, dan prosedur promosi memastikan bahwa mereka yang dipekerjakan cocok dalam budaya itu, menghargai mereka yang mendukungnya, dan menghukum ( dan bahkan memecat ) mereka yang menentangnya. Tiga kekuatan memainkan bagian sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya: praktek seleksi, tindakan manajemen puncak5, dan metode sosialisasi. Baiklah kita periksa masing- masing dengan lebih seksama.
Seleksi, tujuan dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan , ketrampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi itu. Di samping itu, proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai oraganisasi itu. Para calon belajar mengenai organisasi itu, dan jika mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka dan nilai organisasi, mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan dua arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan perkawinan bila tidak ada ketidakcocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung budaya suatu organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya.
Manajemen puncak, tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berprilaku eksekutif senior menegakkan norma- norma yang merembes ke bawah sepanjang organisasi.Misalnya, apakah pengambilan resiko yang diinginkan , berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas, dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah , promosi dan lain-lain.
Sosialisasi, tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan organisasi itu dalam perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya organisasi. Mungkin yang paling penting, karena mereka tidak kenal baik dengan budaya organisasi, karyawan baru mengganggu keyakinan dan kebiasaan yang ada. Oleh karena itu organisasi akan tampaknya berpotensi membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

welcome to my blog friends