Kamis, 03 November 2011
Kecerdasan Emosi : Untuk Manajer Sumber Daya Manusia
Kecerdasan emosi ialah jenis dari kecerdasan sosial yang menyangkut kemampuan memonitor emosi sendiri dan emosi- emosi lain, untuk membeedakan diantara mereka , digunakan sebagai informasi yang menunjukkan suatu pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosi makin diakui pentingnya di tempat kerja dengan 3 alasan:
1. Penelitian yang meunjukkan performa para bintang di setiap lapangan, yang menunjukkan 90 % kesuksesan pada level tinggi .
2. Perusahaan dan individu menjadi lebih tertarik untuk pencarian keunggulan kompetitif dan diakui kebutuhannya sebagai penyeimbang rasional dan emosional dari beberapa aspek strategi.
3. Ketertarikan dari pemimpin perusahaan yang telah menemui kegagalan IQ sendiri yang memberikan perhitungan berbeda pada level individual, pendidikan dan konteks organisasi.
Dalam beberapa dekade, IQ telah diakui sebagai prediktor yang paling penting dari esensi kesuksesan hidup masa depan. Hasilnya, dengan itu dapat meningkatkan bakat akademik di dalam dunia pendidikan. Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa IQ sendiri memberi sedikit penghargaan kepada dalam kerja ataupun hidup. Sebuah penelitian dari 130 eksekutif , ditemukan bahwa determinan emosi memberikan beberapa banyak orang di sekitar mereka yang lebih senang bertransaksi dengan mereka. Kecerdasan emosi menjadi lebih penting dalam level organisasi , yang memiliki 90 % kesuksesan dalam kepemimpinan dari performa bintang yang diakibatkan kecerdasan emosi. Howard Gardner, psikolog harvard, di tahun 1983 menunjukkan modelnya yang terkenal yaitu kecerdasan majemuk. Teori ini merupakan teori yang paling terkenal yang memberikan perbedaan antara intelektual dan kapasitas emosi. Goleman (1998) menjelaskan dalam kerangka kerja yang menyangkut 5 cabang , yaitu : kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi dan ketrampilan sosial. Berikut penjelasannya:
1. Kesadaran diri (mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan , sumberdaya dan intuisi,. Diantaranya kesadaran emosi, yaitu mengenali emosi diri sendiri dan efeknya. Penilaian diri secara teliti, artinya mengetahui kekuatan dan batas- batas diri sendiri. Percaya diri yakni keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri sendiri.
2. Pengaturan diri ( mengelola kondisi . impuls , dan sumber daya diri sendiri). meliputi kendali diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas ( keluwesan dalam menghadapi perubahan) dan inovasi (mudah menerima dan terbuka gagasan, pendekatan dan informasi- informasi baru) .
3. Motivasi ( kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran), meliputi dorongan prestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme.
4. Empati ( kesadaran terhadap perasaan , kebutuhan, dan kepentingan orang lain) diantaranya memahami orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain (merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka) , mengatasi keragaman, dan kesadaran politis (mampu membaca arus- arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan).
5. Ketrampilan Sosial ( kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain) ,meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, dan kemampuan tim .
Beberapa metode pengukuran organisasional yang paling banyak digunakan telah diteliti oleh personnel resources and Development Center di U.S. Office of Personnel Management , di bawah pimpinan Marilyn Gowing . Yang menjadi pertanyaan : sampai sejauh mana survei- survei ini mengukur kecerdasan emosi di tingkat perusahaan ? seperti kata Gowing , ada ‘’ kesenjangan yang luar biasa lebar’’ pada apa-apa yang telah diukur , Jurang ini menunjuk ke kemungkinan- kemingkinan yang terlewatkan ketika berfikir tentang apa yang menjadikan sebuah perusahaan efektif dan cara- cara mendiagnosis kemunduran dalam hal ini kinerja. Diantaranya kesenjangan- kesenjangan itu yang paling jelas adalah : kesadaran diri emosi, semangat meraih prestasi, adaptabilitas, pengendalian diri, integritas, optimisme, empati, memanfaatkan keragaman, kesadaran politik, pengaruh, membina ikatan.
Perusahaan dapat berbuat banyak untuk melindungi diri sendiri juga karyawan mereka dari kerugian akibat kelelahan lahir batin. Ini dibuktikan dalam studi dua puluh tahun yang mempelajari penyebab kelelahan lahir batin. Bila kebanyakan studi tentang kelelahan lahir batin memusatkan pada individu, yang satu ini menyoroti praktek- praktek dan pola- pola dalam perusahaan tempat orang itu bekerja. Dari studi itu dapat disimpulkan enam faktor utama bagaimana perusahaan menyebabkan menurunnya moral dan motivasi karyawannya:
1. Beban kerja berlebihan : Terlalu banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan , waktu yang terlalu singkat dan hampir tanpa dukungan. Dengan meningkatnya irama, kompleksitas dan tuntutan kerja banyak orang merasa kewalahan. Peningkatan beban kerja mengurangi masa istirahat yang dibutuhkan untuk pemilihan . habisnya cadangan energi dan daya dengan sendirinya berdampak buruk kepada mutu kerja.
2. Kurangnya otonomi : keharusan bertanggung jawab atas suatu pekerjaan tetapi hampir tanpa hak untuk ikut memikirkan cara melaksanakan pekerjaan itu. Pesan emosi yang dapat ditangkap dalam hal ini adalah perusahaan tidakm menghargai kemampuan mereka untuk menilai dan kemampuan lain yang sudah ada sejak semula.
3. Imbalan yang tidak memadai : upah yang terlalu kecil untuk pekerjaan lebih banyak . Beban kerja berlebihan ditambah terbatasnya wewenang dan tidak terjaminnya kelangsungan pekerjaan berakibat hilangnya kenikmatan bekerja yang seharusnya ada dalam pekerjaan.
4. Hilangnya sambung rasa : Hubungan pribadi merupakan perekat alami yang memungkinkan sebuah tim memiliki kinerja tinggi. Akan tetapi, dengan merapuhnya hubungan , kenikmatan yang timbul dari rasa kebersamaan juga berkurang.
5. Perlakuan tidak adil : perlakuan yang tidak adil melahirkan kebencian, apakah karena tidak adilnya besar upah atau beban kerja yang tidak sama, diacuhkannya pernyataan keberatan atau kebijakan yang arogan . Tetapi sebaliknya jika dilakukan kepada perusahaan akan tercipta keharmonisan.
6. Konflik nilai : ketidaksesuaian antara prinsip- prinsip seseorang dan tuntunan pekerjaan yang bisa mendorongnya. Pekerjaan yang bertentangan dengan nilai- nilai menimbulkan demoralisasi di kalangan para pekerja, selain membuat mereka meragukan manfaat pekerjaan yang mereka laksanakan.
Pentingnya kecerdasan emosi juga tak lain untuk membentuk kelompok kerja yang mampu mengatasi rasa takut, persaingan kekuasaan, dan saling curiga, mereka perlu membangun hubungan yang dilandasi rasa saling percaya. Sasaran suatu proyek tetap menjadi fokus utama namun dibarengi dengan upaya memperkuat tingkat saling percaya dalam hubungan di antara mereka, termasuk untuk mengedepankan asumsi- asumsi tersembunyi mereka atas orang lain. Dan ini memerlukan rekayasa sosial yang serius. Seperti kata Fred Simon , “ kalau saya ingin memperbaiki mutu mobil ini, tantangan yang paling besar adalah membantu anggota- anggota tim saya mengembangkan hubungan pribadi yang lebih baik dan saling memandang orang lain sebagai sesama manusia’’.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar