Gaya Inovatif Ramah Lingkungan
Koran SI
Minggu, 27 Juni 2010 - 10:52 wib
BANYAK cara inovatif bisa dilakukan untuk ramah lingkungan, di antaranya dengan cara menggunakan atap rumah maupun wadah tanaman yang ramah lingkungan.
Hal ini pula yang menjadi dasar pemikiran sejumlah karya inovatif yang masuk Djarum Black Innovation Awards 2010. Di mana ada beberapa karya yang muncul didasarkan atas kepedulian terhadap lingkungan. Yang menarik adalah bagaimana sebuah karya inovatif memanfaatkan wuwungan atap rumah sebagai media untuk menanam pohon. Begitu juga dengan Garbex karya Leonardo Bayu Adi Prasetyo. ”Alat ini diciptakan untuk mewujudkan 0 persen limbah pertanian, plastik polybag merupakan limbah pertanian karena hanya digunakan sekali pakai untuk satu benih tanaman sesudah itu dibuang dan menjadi sampah,” ujar Leonardo. Garbex digunakan untuk menggantikan polybag dan dapat digunakan berkali-kali.
Cara kerjanya sama seperti pot tanaman tetapi Garbex dapat dibuka tutup karena model sistem belah ketika akan memindahkan benih ke media lain sehingga alat ini masih bisa digunakan berkali-kali untuk benih yang lain. Menurut Leonardo, Garbex tidak seperti peat pot press atau soil block. Dengan menggunakan Garbex, tanah sama sekali tidak dibentuk atau dipadatkan namun ditempatkan seperti penanaman tanpa polybag. Kemudian, setelah bibit tumbuh besar baru dipindahkan ke media tanam lain atau alat serupa dengan ukuran yang lebih besar. Pada peat pot press maupun soil block, tanah harus dicampur bahan-bahan lain seperti kanji dan lainnya untuk merekatkan tanah sedangkan pada Garbex, cukup menaruh tanah seperti pada polybag.
”Terdapat lubang seperti pada pot tanaman, jadi ini bukan alat untuk membentuk tanah semaian” ujarnya. Leonardo menambahkan, konsep yang dia buat bukanlah untuk mengecap tanah kemudian dijadikan semaian, juga bukan soil block atau soil cylinder. Alat ini difungsikan untuk menggantikan peran polybag yang hanya sekali pakai. Dengan Garbex, bibit tanaman yang sudah tumbuh besar dapat dikeluarkan dan dipindah ke garbex yang lebih besar. ”Banyak sedikitnya pot tergantung dari ukuran alat ini, jika alat ini berukuran besar maka hanya dibuat 1 pot, untuk ukuran kecil, dapat dibuat lebih dari empat rangkaian pot,” paparnya. Dengan desain yang sederhana dan cukup praktis dan mampu mengurangi limbah, karya inovatif Leonardo ini berhasil menjadi finalis pada ajang Djarum Black Innovation Award 2010 ini.
Karya lain yang cukup menarik adalah Roofer Green ciptaan Ketut Gede Budhi Riyanta. Alat ini menyulap atap genting rumah menjadi hijau. Menurut Ketut, sebagian besar kota–kota di Indonesia telah dipadati pemukiman penduduk. Hasilnya, lahan hijau kota tak lagi tersedia. Jika dilihat dari foto satelit yang terlihat hanyalah gambar berwarna orange yang menunjukkan atap genting yang menyelimuti sebagian besar area pemukiman sedangkan gambar hijau, yang menunjukkan lahan hijau kota, tak lagi terlihat. ”Alangkah baiknya, jika atap yang menutupi sebagian besar lahan kota dapat kita manfaatkan untuk membuka lahan hijau. Satu satunya cara adalah dengan menempatkan Roofer Green di atas genting setiap rumah,” ujarnya. Sehingga, polusi udara dapat dinetralisir.
Atap rumah yang sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menanam baik itu berjenis asbes maupun genting bisa digunakan untuk menanam tanpa harus menggantinya dengan beton. Ketut mengaku, sebelum menciptakan Roofer Green, dia sudah melakukan penelusuran terkait paten produk serupa dan hasilnya nihil. Sehingga, dirinya yakin karyanya merupakan 100 persen orisinal. Sebab, di ajang BIA masalah orisinalitas seringkali menjadi penilaian tersendiri. Bagaimanapun karya Ketut bisa menjadi salah satu solusi untuk menjawab masalah pemanasan global yang dimulai dari rumah sendiri. Bertanam dengan murah dan praktis di atas genting hingga saat ini memang belum ditemukan di Indonesia.
”Ide ini akan berdampak sistemik dan wajib diterapkan pada populasi penduduk di Indonesia, melalui RUU lingkungan dengan kerja sama antarpemerintah daerah,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar