Dalam sistem pemasaran jepang, ada 6 pengelompokan strategi yang membuat kesuksesan pemasaran :
1. Early birds, early birds adalah sebutan bagi perusahaan pertama yang menyerap teknologi baru dan yang pertama memasuki pasar. Mereka masuk dengan agresif, menitikberatkan perluasan usaha pada kebutuhan konsumen, dan berusaha membuka segmen pasar yang baru. Mereka kuat dalam pemasaran dan terus mencari posisi kualitas yang lain dari yang ada di pasar. Harga dibuat bersaing, dana disediakan untuk kampanye iklan dan promosi , selalu tanggap terhadap perubahan besar.
2. Price fighter. Produk dipasarkan dengan harga rendah . Kualitas dan kuantitas dibuat seimbang, artinya kuantitas yang berlimpah tidak menurunkan kualitasnya.
3. Cruisers, adalah sebutan bagi perusahaan yang berda pada posisi tengah early birds dan price fighter . Strategi mereka diletakkan atas kualitas produk dengan harga bersaing
4. Sprinters . Lebih lambat dalam berinovasi dibanding dengan early birds. Tetapi, cenderung cepat sebagai pengikut. Sekali sebuah pasar baru terbuka , mereka dalam strategi pemasaran terletak di bawah cruisers, tetapi di atas pricefighter dalam kualitas dan harga.
5. Mastercraftsmen, perusahaan yang berproduksi dengan teknik tradisional. Kualitas produksinya tinggi dan dapat dibanggakan. Tetapi, lemah dalam pemasaran . Ciri-ciri perusahaan ini adalah organisasinya bercorak staff, tugas yang terbatas jelas dan ketat, serta personal komitmen yang rendah.
6. Lemmings, Seperti halnya mastercraftsmen , lemmings juga lemah dalam marketing, kadangkala mereka mengalami kemajuan setelah memasuki pasar baru meski tanpa bekal marketing, teknologi ataupun kemampuan berinovasi.
Berdasarkan keenam kelompok perusahaan yang menjalankan strategi pemasaran tersebut , ada empat hal yang membuat bangsa jepang sukses, yakni:
1. Professsional marketing ; produk yang baik saja akan kurang berhasil dalam situasi yang persaingannya ketat seperti sekarang ini. Contohnya Mastercraftsmen yang lemah dalam pemasaran.
2. Decisive entry strategi : perusahaan yang berhasil memasuki pasar atau memiliki teknologi lebih awal karena melihat kesempatan yang jelas.
3. Commitment to market share : Seluruh perusahaan yang berhasil karena memiliki ambisi kuat untuk mengembangkan produk dan strategi pemasaran untuk mencapai kesuksesannya.
4. Organizational commitment : manajemen yang sukses menunjukkan profesionalisme dan kewajiban yang lebih besar. Hal ini wajar karena dengan membesarnya perusahaan, maka akan memaksa dirinya untuk makin professional dan memiliki kewajiban yang lebih besar.
Selain itu, ada aspek-aspek penting dalam pemasaran Jepang yang sangat mendukung kemajuan mereka yaitu:
1. Mengimpor buku-buku pemasaran dari barat dan diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.
2. Mengirim tim pengusaha Jepang ke Amerika,
3. Belajar dan menyesuaikan segala ilmu pemasaran
4. Sistem tertutup yang diterapkan pemerintahan Tokugawa menyebabkan Jepang hidup dalam keadaan terasing dan terpencil
5. Zaibatsu adalah pengusaha kota yang membentuk kelompok produsen dan perdagangan.
6. Zaibatsu menjadi kelompok pedagang yang cukup berkuasa dan menguasai hampir keseluruhan kegiatan perdagangan.
7. Salah satu dampak pelaksanaan sistem pembaruan ekonomi adalah munculnya konsumen dalam jumlah besar.
8. Sistem perdagangan dan pemasaran Jepang banyak dipengaruhi oleh barat , terutama Amerika Serikat
Juga terdapat siasat-siasat yang dilakukan oleh Jepang dalam mengadopsi dan meniru produk barat :
1. Tansakii ( strategi mencari ide-ide baru )
2. \Inysei ( strategi memelihara ide-ide baru yang memungkinkan ide-ide tersebut berkembang )\
3. Haisoo ( melahirkan ide yang sama sekali baru)
4. Kaizen ( perbaikan ide-ide yang lewat perubahan berkelanjutan)
5. Saitiyo ( mendaur ulang teknogi lama)
Disamping siklus inovasi di atas , iklim usaha inovatif Jepang dilindungi oleh pemerintah dan pihak bisnis yang menciptakan 3 pilar pelindung inovasi, yaitu:
1. Budaya organisasi yang memfasilitasi kreativitas dan inovasi
2. Manajer yang berperan sebagai pemimpin yang memberikan contoh aktivitas-aktivitas kreatif
3. Seluruh karyawan harus mendapatkan pelatihan berpikir kreatif dan pelatihan memahami proses inovasi di organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar