Pada sore hari…
Ketika matahari hampir menutup sinarnya, angin berdesir, dedaunan pun basah karena diguyur hujan yang deras mengelilingi tanah ini…
Ketika itu seorang yang lebih tua mendekatiku ‘’ dek, apa antum tidak pulang?? Hujan sudah mulai reda.
‘’ Iya ustadz, saya masih menunggu teman di dalam surau untuk bersama pulang’’
tawanya teduh yang keluar dari rona wajahnya menandakan sayang kepada muridnya ‘’ ya sudah , nanti antum segera pulang sebelum maghrib datang dan kita bersama-sama takbir disini’’…
akupun hanya mengangguk dan tersenyum setelah beliau memberitahuku…
dor!!... ayo kita pulang Aris, hari sudah mulai gelap…’’
‘’ mari kita pulang bersama janu’’ …aku mangiyakan sembari tersenyum
Di Rumah, di dalam kamar….
Tiba – tiba adikku datang kepadaku dengan manjanya,
‘’ kak, besok kepingin makan sate ni??...
‘’ iya- iya kalau kita sabar, nanti dapet deh satenya”…
Senja petang mulai menyeruak, lantunan tasbih, tahlil, tahmid terdengar di penjuru surau – surau daerahku berada…
Saat itu ustadz dengan ramah menyapaku dari kajauhan…
‘’ Antum dengan siapa datangnya sekarang, bukannya dengan janu??.... tapi dengan adik kecil yang tampan ini’’…
‘’ iya, saya dengan adik saya Ricki yang mulai sore ngotot untuk ikut bertakbir’’
‘’ Alhamdulillah, kalau begitu kita berjamaah sholat, kemudian bertakbir bersama kami ya…
Setelah berjamaah sholat , kemudian takbir bersama bergantian antara aku, ustadz Alwi, kemudian janu dan anak- anak kecil di daerahku tak terkecuali Ricki
Di sela- sela bertakbir, adikku tiba- tibe merengek…
‘’ kak, kapan kita dapet satenya??
‘’ iya sabar dek, kita tunggu besok ya’’ …
‘’ ngapain tunggu besok, kalau sekarang bisa’’…
Kami hampir saja bertengkar, hanya karena adikku yang tidak bisa menahan hasratnya… maklumlah masih balita, jadinya harus super sabar….
Kemudian ustadz Alwi mendatangi kami dan melerai percekcokan yang tak perlu ada ini…
‘’ ada apa adik- adik malam- malam hari raya kok pada bertengkar’’
‘’ tidak ada apa- apa ustadz, adik saya yang mulai tadi merengek meminta sate’’… adikku seperti cemberut dan menarik- narik lengan bajuku
‘’ oh… begitu, bagaimana kalau saya ceritakan tentang sejarah qurban??
‘’ mau, mau …. Adikku sontak berubah
Lalu ustadz menceritakan….
Nabi Ibrahim , seorang Nabi yang ulul Azmi ….
Begitu sabar menjalankan perintahNya , hingga beristri dua yang bernama Siti Sarah dan Siti Hajar…
Namun pada suatu hari beliau bermimpi tiga kali , ketika Alloh memberi wahyu kepadanya untuk menyembelih anak semata wayangnya….
‘’ lalu bagaimana apakah sang ayah sendiri mau menyembelih anaknya’’ Tanya Janu
‘’ Nabi Ibrahim kemudian menanyakan kepada anaknya, dan ia akhirnya menyetujui ,,, Karena semata- mata atas perintahNya. Di perjalanan , masih banyak halang rintang , ketika syetan- syetan menggodanya untuk tidak mematuhi perintahNya… meskipun akhirnya dengan segala pengorbanan hati dan fikiran sang kholilulloh ini melaksanakan perintahNya, namun Alloh berkehendak lain, Nabi Ismail akhirnya diganti dengan sebuah kambing ‘’
‘’ oh, begitu…. Hehehe ‘’adikku tertawa
‘’ hikmah yang dapat kita petik adalah berjuang di jalanNya, meskipun kita banyak haling rintang yang dijalaninya, maka kita tetap harus berbuat yang terbaik untukNya…
‘’ Dari sejarah itu , sekarang diketahui banyak orang yang berhaji jauh- jauh tempat hanya untuk bermunajad kepadaNya… dan Nabi Ibrahim dengan pengorbanannya hingga sekarang dapat memberi manfaat kepada kita- kita yang masih kekurangan ….
‘’ Alhamdulillah, Alloh memberi kita sebuah pelajaran berharga… Janu menambahi
‘’ setusuk sate, dapat mengenyangkan lapar orang- orang yang kekurangan, berkah yang didapat setelah nabi Ibrahim menjalankan perintahNya’’
‘’ kalau begitu , Ricki besok minta banyak sate… biar berkahnya banyak……
Sontak kemudian semua tertawa, dan suraupun menjadi ramai hingga menjelang shubuh ……
Minggu, 06 November 2011
Kamis, 03 November 2011
STANDARISASI HALAL
A. Pengertian
Dalam ajaran (hukum) Islam, halal dan haram merupakan persoalan sangat penting dan dipandang sebagai inti keberagaman karena setiap muslim yang akan melakukan atau menggunakan, terlebih lagi mengkonsumsi sesuatu sangat dituntun oleh agama untuk memastikan terlebih dahulu kehalalan dan keharamannya. Jika halal, ia boleh (halal) melakukan, mengunakan atau mengkonsumsinya; demikian pula sebalikya. Kata halalan, menurut bahasa Arab berasal dari kata, halla yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Secara etimologi kata halalan berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi.. Menurut ajaran Islam, mengkonsumsi yang halal, suci, dan baik merupakan perintah agama dan hukumnya adalah wajib
Dalam mengkonsumsi makanan ( atau harta) , kita jelas harus mengikuti aturan yang telah ditentukan syariat . Diantara aturan ini adalah sebagaimana yang termaktub dalam firman ALLAH S.W.T. surat al baqoroh (2: 168) :
Artinya :‘’ Hai sekalian manusia ,makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi ,dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan , karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Yang dimaksud makanan halalan thayyiban adalah makanan yang boleh untuk dikonsumsi secara syariat dan baik bagi tubuh secara kesehatan ( medis). Makanan dikatakan halal paling tidak harus memenuhi tiga kriteria , yaitu halal zatnya , halal cara perolehannya, dan halal cara pengolehannya. Makanan yang halal zatnya adalah makanan yang pada dasarnya halal dikonsumsi karena tidak ada dalil yang melarangnya. Makanan yang halal diperoleh, yaitu makanan yang perolehannya secara sah yang dibenarkan oleh syariat. Makanan yang halal pengolahannya, yaitu makanan yang pengolahannya tidak berlawanan dengan syariat dan mengandung kriteria baik , yaitu mengandung gizi dan vitamin ( djakfar , 2009: 194-197)
B. Landasan Hukum dari alqur`an dan yuridis Mengenai Halal Haram
Cukup banyak ayat dan hadis yang menjelaskan mengenai halal dan haram, diantaranya sebagai berikut:
Al- Ma’idah(5): 88
artinya :
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
An-Nahl(16): 114
artinya :
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
Ayat-ayat tersebut tidak saja menyatakan bahwa mengkonsumsi yang halal dan suci hukumnya wajib, tetapi juga menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan perwujudan dari rasa syukur, ketaqwaan, dan keimanan kepada Allah. Sebaliknya, mengkonsumsi yang tidak halal dipandang sebagai mengikuti ajaran syaitan.
Terdapat pula beberapa landasan hukum berkaitan dengan standarisasi halal, antara lain:
1. UU No. 7/1996 tentang Pangan.
Didalam UU No. 7 tahun 1996 beberapa pasal berkaitan dengan masalah kehalalan produk pangan, yaitu Bab Label dan Iklan Pangan pasal 30 dan 34. Bunyi pasal dan penjelasan pasal tersebut adalah sebagai berilkut:
Pasal 30
1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, didalam dan atau di kemasan pangan.
2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya keterangan mengenai:
a) Nama Produk
b) Dafatar bahan yang digunakan
c) Berat bersih atau isi bersih
d) Nama dan alamat pihak yang memproduksi
e) Keterangan tentang halal
f) Tanggal, bulan dan tahun kadarluwarsa
Pasal 34
1) Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut.
2. PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan
Ada dua pasal yang berkaitan dengan sertifikasi halal dalam PP No. 69 ini yaitu pasal 3, ayat (2), Pasal 10 dan 11.
Pasal 3, ayat 2
Label berisikan keterangan sekurang-kurangnya:
a. Nama produk
b. Daftar bahan yang digunakan
c. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia
d. Tanggal, bulan dan tahun kadarluwarsa
Pasal 10
1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label.
2) Pernyataan tentang halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari label.
C. Fungsi Standarisasi Halal
Persoalan kehalalan sebuah produk merupakan persoalan yang pelik dan tidak dapat dipandang mudah. Ia memerlukan kajian laboratorium yang mendalam untuk memastikan bahan baku, proses pembuatan, media bahkan hingga kemasannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya standarisasi halal. Standarisasi halal ini memiliki fungsi untuk memberikan kepastian, perlindungan, dan ketenangan konsumen, terutama umat Islam, dari mengkonsumsi suatu produk yang haram. Hal ini merupakan salah satu hak konsumen yang dilindungi dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Salah satunya adalah pada pasal 4 (a) disebutkan bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa. Pasal ini menunjukkan bahwa setiap konsumen, termasuk konsumen muslim yang merupakan mayoritas konsumen di Indonesia, berhak untuk mendapatkan barang yang nyaman dikonsumsi olehnya. Salah satu pengertian nyaman bagi konsumen muslim adalah bahwa barang tersebut tidak bertentangan dengan kaidah agamanya, alias halal.
Selanjutnya, dalam pasal yang sama point (c) disebutkan bahwa konsumen juga berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Hal ini memberikan pengertian bahwa keterangan halal yang diberikan oleh perusahaan haruslah benar, atau telah teruji terlebih dahulu. Dengan demikian, perusahaan tidak dapat serta merta mengklaim bahwa produknya halal, sebelum melalui pengujian kehalalan yang telah ditentukan.
Standarisasi produk halal juga sangat dibutuhkan oleh para produsen untuk menarik minat konsumen Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Ia juga penting untuk meningkatkan daya saing serta untuk kebutuhan ekspor, terutama untuk tujuan negara-negara muslim.
Wujud dari standarisasi halal bagi produsen adalah ia harus memiliki sertifikat halal. Namun, disini terdapat permasalahan dalam pembuatan sertifikat halal. Yang mana para produsen merasa diberatkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh sertifikat tersebut. Selain itu, hal tersebut menimbulkan terhambatnya pertumbuhan investasi di industri makanan, terutama bagi usaha skala kecil dan menengah (UKM).
D. Metode penetapan Halal.
Adapun penetapan halal dan fatwa ini merupakan wewenang dan tugas komisi Fatwa MUI , hal ini telah berjalan sejak lembaga ini didirikan pada tahun 1989 M sampai sekarang tanpaada satupun memprotesnya Komisi Fatwa telah dibentuk bersamaan dengan pembentukan majelis ulama Indonesia , yaitu pada tahun 1975 atas prakarsa presiden RI saat itu ( Alm) H. M. Soeharto . Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUI sejak terbentuknya sampai sekarang terbagi menjadi 4 bagian:
1. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUNAS MUI yang diadakan 5 tahun sekali . MUNAS merupakan badan tertinggi dalam MUI yang mengagendakan pemilihan ketua umum. Kategori fatwa didalamnya bersifat umum, baik menyangkut permasalahan aqidah, fiqih atau permasalahan- permasalahan lainnya.
2. Fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI tentang permasalahan-permasalahan fiqih secara umum.anggota-anggota Komisi Fatwa dalam sidang Fatwa tersebut adalah mereka yang terpilih menjadi anggota Komisi Fatwa dalam MUNAS MUI.
3. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan olah Komisi Fatwa MUI tentang pangan , obat dan kosmetik. Para peserta sidang Fatwa terdiri dari Komisi Fatwa dengan LPPOM . Anggota LPPOM hanya melaporkan hasil penemuan mereka tentang produk-produk pangan, sedangkan penetapan halal dikeluarkan oleh anggota Komisi Fatwa.
4. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Kategori Fatwa dalam hal ini hanya berhubungan dengan ekonomi Islam saja, yaitu meliputi transaksi muamalah, bisnis dan lain sebagainya. (Yaqub, 2009: 260-261)
Fatwa Haram Pada Beberapa Bahan
Terdapat beberapa fatwa yang dikeluarkan oleh MUI mengenai haramnya beberapa bahan, antara lain:
1. Khamr
§ Segala sesuatu yang memabukkan dikategorikan sebagai khamr.
§ Minuman yang mengandung minimal 1 % ethanol, dikategorikan sebagai khamr.
§ Minuman yang dikategorikan khamr adalah najis.
§ Minuman yang diproduksi dari proses fermentasi yang mengandung kurang dari 1 % ethanol, tidak dikategorikan khamr tetapi haram untuk dikonsumsi.
2. Ethanol
§ Ethanol yang diproduksi dari industri bukan khamr hukumnya tidak najis atau suci.
§ Penggunaan ethanol yang berasal dari industri non khamr di dalam produksi pangan diperbolehkan, selama tidak terdeteksi pada produk akhir.
§ Penggunaan ethanol yang berasal dari industri khamr tidak diperbolehkan.
3. Hasil Samping Industri Khamr
§ Fusel oil yang berasal dari hasil samping industri khamr adalah haram dan najis
§ Komponen bahan yang diperoleh dari industri khamr melalui pemisahan secara fisik adalah haram (contohnya iso amil alkohol),
§ tetapi apabila direaksikan untuk menghasilkan bahan baru, bahan baru tersebut adalah halal.
4. Flavor Yang Menyerupai Produk Haram
Flavor yang menggunakan nama dan mempunyai profil sensori produk haram, contohnya flavor rum, flavor babi, dan lain-lain, tidak bisa disertifikasi halal serta tidak boleh dikonsumsi walaupun ingredien yang digunakan adalah halal.
5. Produk Mikrobial
Produk mikrobial adalah halal selama ingredien medianya (mulai dari media penyegaran hingga media produksi) tidak haram dan najis
6. Penggunaan Alat Bersama
Bagi industri yang memproduksi produk halal dan non halal maka untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang, pemisahan fasilitas produksi harus.
Dilakukan mulai dari tempat penyimpanan bahan, formulasi, proses produksi dan penyimpanan produk jadi.Suatu peralatan tidak boleh digunakan bergantian antara produk babi dan non-babi meskipun sudah melalui proses pencucian.
E. Prosedur permohonan dan pemeriksaan produk halal
1. Prosedur permohonan
Untuk mendapatkan status halal sebuah produk, pelaku usaha harus melakukan prosedur permohonan sebagai berikut :
a. Pelaku usaha melakukan permohonan ke DEPAG. DEPAG menunjuk LPPOM MUI untuk melakukan pemeriksaan.
b. Jika hasil sidang Fatwa MUI memutuskan produk tersebut tidak halal, maka dikembalikan pada LPPOM MUI dan diteruskan pada pelaku usaha untuk dilengkapi dan disempurnakan.
c. Setelah mendapat izin dan nomer kode dari Menteri Agama, perusahaan yang bersangkutan dapat mencetak label halal dengan menggunakan standar pemerintah.
2. Prosedur pemeriksaan
Setelah permohonan diterima, proses selanjutnya adalah pemeroiksaan.
a. Lembaga pemeriksaaan
Lembaga pemeriksaan ialah lembaga yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan terkait kehalalan produk.dan lembaga tersebut harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut;
1. Tenaga auditor atau inspektor dalam jumlah atau kualitas yang memadai
2. Prosedur tetap pemeriksaan kehalaln produk
3. Laboratium yang mampu melakukan pengujian produk
4. Jaringan dan kerjasama dengan lembaga-lembaga sertidikasi halal luar negeri.
b. Prosedur pemeriksaan
Setiap prosedur maupun importer yang mengajukan permohonan pemeriksaan penetapan produk halal dari lembaga pemeriksa harus memenuhi prosedur sebagai berikut:
1. Mengisi formulir pendaftaran
2. Khusus bagi produk yang menggunakan bahan yang berasal dari hewan harus melampirkan sertifikat halal dari MUI
3. Data penunjang bahan seperti sertifikat halal asal usul bahan dan lain-lain
4. Bagan atur proses produksi
5. Sertifikat dan sumber bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong lainnya.
c. Pelaksanaan pemeriksaan
1. Pimpinan lembaga pemeriksa menerbitkan surat tugas pemeriksaan kepada tim pemeriksa .
2. Pada waktu yang disepakati pemeriksa mengadakan pemeriksaan di perusahaan yang mengajukan permohonan pemeriksaan.
3. Tim pemeriksa meminta pihak perusahaan untuk memberikan penjelasan dan mengadakan tanya jawab mengenai perusahaan.
4. Pemerikasaan administrasi untuk pemastian ulang.
5. Pemeriksaan proses produksi
6. Pemeriksaan laboratorium
7. Pemeriksaan pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan produk
8. Pemeriksaan terhadap transportasi distribusi dan pemasaran
9. Hasil pemeriksaan dipertanggungjawabkan pada badan pengawas halal nasional (BPHN)
d. Objek pemeriksaan
( Djakfar, 2009; 211-217)
Kecerdasan Emosi : Untuk Manajer Sumber Daya Manusia
Kecerdasan emosi ialah jenis dari kecerdasan sosial yang menyangkut kemampuan memonitor emosi sendiri dan emosi- emosi lain, untuk membeedakan diantara mereka , digunakan sebagai informasi yang menunjukkan suatu pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosi makin diakui pentingnya di tempat kerja dengan 3 alasan:
1. Penelitian yang meunjukkan performa para bintang di setiap lapangan, yang menunjukkan 90 % kesuksesan pada level tinggi .
2. Perusahaan dan individu menjadi lebih tertarik untuk pencarian keunggulan kompetitif dan diakui kebutuhannya sebagai penyeimbang rasional dan emosional dari beberapa aspek strategi.
3. Ketertarikan dari pemimpin perusahaan yang telah menemui kegagalan IQ sendiri yang memberikan perhitungan berbeda pada level individual, pendidikan dan konteks organisasi.
Dalam beberapa dekade, IQ telah diakui sebagai prediktor yang paling penting dari esensi kesuksesan hidup masa depan. Hasilnya, dengan itu dapat meningkatkan bakat akademik di dalam dunia pendidikan. Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa IQ sendiri memberi sedikit penghargaan kepada dalam kerja ataupun hidup. Sebuah penelitian dari 130 eksekutif , ditemukan bahwa determinan emosi memberikan beberapa banyak orang di sekitar mereka yang lebih senang bertransaksi dengan mereka. Kecerdasan emosi menjadi lebih penting dalam level organisasi , yang memiliki 90 % kesuksesan dalam kepemimpinan dari performa bintang yang diakibatkan kecerdasan emosi. Howard Gardner, psikolog harvard, di tahun 1983 menunjukkan modelnya yang terkenal yaitu kecerdasan majemuk. Teori ini merupakan teori yang paling terkenal yang memberikan perbedaan antara intelektual dan kapasitas emosi. Goleman (1998) menjelaskan dalam kerangka kerja yang menyangkut 5 cabang , yaitu : kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi dan ketrampilan sosial. Berikut penjelasannya:
1. Kesadaran diri (mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan , sumberdaya dan intuisi,. Diantaranya kesadaran emosi, yaitu mengenali emosi diri sendiri dan efeknya. Penilaian diri secara teliti, artinya mengetahui kekuatan dan batas- batas diri sendiri. Percaya diri yakni keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri sendiri.
2. Pengaturan diri ( mengelola kondisi . impuls , dan sumber daya diri sendiri). meliputi kendali diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas ( keluwesan dalam menghadapi perubahan) dan inovasi (mudah menerima dan terbuka gagasan, pendekatan dan informasi- informasi baru) .
3. Motivasi ( kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran), meliputi dorongan prestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme.
4. Empati ( kesadaran terhadap perasaan , kebutuhan, dan kepentingan orang lain) diantaranya memahami orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain (merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka) , mengatasi keragaman, dan kesadaran politis (mampu membaca arus- arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan).
5. Ketrampilan Sosial ( kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain) ,meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, dan kemampuan tim .
Beberapa metode pengukuran organisasional yang paling banyak digunakan telah diteliti oleh personnel resources and Development Center di U.S. Office of Personnel Management , di bawah pimpinan Marilyn Gowing . Yang menjadi pertanyaan : sampai sejauh mana survei- survei ini mengukur kecerdasan emosi di tingkat perusahaan ? seperti kata Gowing , ada ‘’ kesenjangan yang luar biasa lebar’’ pada apa-apa yang telah diukur , Jurang ini menunjuk ke kemungkinan- kemingkinan yang terlewatkan ketika berfikir tentang apa yang menjadikan sebuah perusahaan efektif dan cara- cara mendiagnosis kemunduran dalam hal ini kinerja. Diantaranya kesenjangan- kesenjangan itu yang paling jelas adalah : kesadaran diri emosi, semangat meraih prestasi, adaptabilitas, pengendalian diri, integritas, optimisme, empati, memanfaatkan keragaman, kesadaran politik, pengaruh, membina ikatan.
Perusahaan dapat berbuat banyak untuk melindungi diri sendiri juga karyawan mereka dari kerugian akibat kelelahan lahir batin. Ini dibuktikan dalam studi dua puluh tahun yang mempelajari penyebab kelelahan lahir batin. Bila kebanyakan studi tentang kelelahan lahir batin memusatkan pada individu, yang satu ini menyoroti praktek- praktek dan pola- pola dalam perusahaan tempat orang itu bekerja. Dari studi itu dapat disimpulkan enam faktor utama bagaimana perusahaan menyebabkan menurunnya moral dan motivasi karyawannya:
1. Beban kerja berlebihan : Terlalu banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan , waktu yang terlalu singkat dan hampir tanpa dukungan. Dengan meningkatnya irama, kompleksitas dan tuntutan kerja banyak orang merasa kewalahan. Peningkatan beban kerja mengurangi masa istirahat yang dibutuhkan untuk pemilihan . habisnya cadangan energi dan daya dengan sendirinya berdampak buruk kepada mutu kerja.
2. Kurangnya otonomi : keharusan bertanggung jawab atas suatu pekerjaan tetapi hampir tanpa hak untuk ikut memikirkan cara melaksanakan pekerjaan itu. Pesan emosi yang dapat ditangkap dalam hal ini adalah perusahaan tidakm menghargai kemampuan mereka untuk menilai dan kemampuan lain yang sudah ada sejak semula.
3. Imbalan yang tidak memadai : upah yang terlalu kecil untuk pekerjaan lebih banyak . Beban kerja berlebihan ditambah terbatasnya wewenang dan tidak terjaminnya kelangsungan pekerjaan berakibat hilangnya kenikmatan bekerja yang seharusnya ada dalam pekerjaan.
4. Hilangnya sambung rasa : Hubungan pribadi merupakan perekat alami yang memungkinkan sebuah tim memiliki kinerja tinggi. Akan tetapi, dengan merapuhnya hubungan , kenikmatan yang timbul dari rasa kebersamaan juga berkurang.
5. Perlakuan tidak adil : perlakuan yang tidak adil melahirkan kebencian, apakah karena tidak adilnya besar upah atau beban kerja yang tidak sama, diacuhkannya pernyataan keberatan atau kebijakan yang arogan . Tetapi sebaliknya jika dilakukan kepada perusahaan akan tercipta keharmonisan.
6. Konflik nilai : ketidaksesuaian antara prinsip- prinsip seseorang dan tuntunan pekerjaan yang bisa mendorongnya. Pekerjaan yang bertentangan dengan nilai- nilai menimbulkan demoralisasi di kalangan para pekerja, selain membuat mereka meragukan manfaat pekerjaan yang mereka laksanakan.
Pentingnya kecerdasan emosi juga tak lain untuk membentuk kelompok kerja yang mampu mengatasi rasa takut, persaingan kekuasaan, dan saling curiga, mereka perlu membangun hubungan yang dilandasi rasa saling percaya. Sasaran suatu proyek tetap menjadi fokus utama namun dibarengi dengan upaya memperkuat tingkat saling percaya dalam hubungan di antara mereka, termasuk untuk mengedepankan asumsi- asumsi tersembunyi mereka atas orang lain. Dan ini memerlukan rekayasa sosial yang serius. Seperti kata Fred Simon , “ kalau saya ingin memperbaiki mutu mobil ini, tantangan yang paling besar adalah membantu anggota- anggota tim saya mengembangkan hubungan pribadi yang lebih baik dan saling memandang orang lain sebagai sesama manusia’’.
Langganan:
Postingan (Atom)