Minggu, 08 Januari 2012
ekonomi islam
Bab I
Pendahuluan
A.Latar belakang
Ekonomi Islam memang sudah menjadi pola hidup bagi masyarakat muslim semenjak Nabi Muhammad S.A.W masih hidup hingga diteruskan pada zaman khulafaurrasyidin hingga Abasiyyah. Akan tetapi, pada saat ini Ekonomi Islam dirasa sudah ditinggalkan bahkan sudah tidak pernah dipakai dalam kehidupan umat Islam. Mereka lebih condong pada kehidupan barat yang berada di luar prinsip keislaman. Globalisasi menjadi bukti bagaimana ekonomi konvensional tidak mampu bangkit dalam resesinya, mereka cenderung jatuh dalam aktivitas ekonomi mereka sendiri. Ekonomi islam menjadi tujuan berikutnya mengingat ekonomi konvensional tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat umum, terutama umat Muslim sendiri. Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana Islam melihat konsumsi, distribusi dan produksi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep falah dalam Ekonomi Islam?
2. Bagaimana konsep mashlahah dalam Ekonomi Islam?
3. Bagaimana konsep berkah dalam Ekonomi Islam ?
4. Bagaiman konsep falah, mashlahah dan berkah dikaitkan dengan studi kasus?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep falah dalam Ekonomi Islam
2. Mengetahui konsep mashlahah dalam Ekonomi Islam
3. Mengetahui konsep berkah dalam Ekonomi Islam
4. Mengetahui bagaimana konsep yang sesuai dengan fakta studi kasus
Bab II
Pembahasan
A. Konsep falah dalam Ekonomi Islam
Falah dalam bahasa arab diartikan sebagai menang. Menang disini dapat diartikan sebagai memperoleh keuntungan dimana konsumen mendapat manfaat dari barang atau jasa yang didapatkannya . Dalam Islam sendiri, manusia dihadapkan pada keuntungan dunia maupun akhirat kelak. Untuk lebih jelasnya bagaimana falah itu menjadi konsep dalam Ekonomi Islam , maka akan dijelaskan dalam produksi, distribusi dan konsumsi. Produksi sendiri diartikan sebagai kegiatan menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Kepentingan manusia sendiri dalam Islam berhubungan dengan produksi yang sejalan dengan moral Islam, harus menjadi target dan fokusnya. Sebelumnya Islam menjelaskan dalam al qashash ; 77
Artinya : ‘’Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan’’.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwasanya dalam memenuhi kepentingan sebaiknya tidak hanya memperhatikan kepentingan duniawi saja, tetapi kepentingan akhirat jua menjadi tujuan dalam kegiatan produksi. Tujuan produksi dalam hal ini menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu merupakan keinginan. Dalam memproduksi juga memberikan kuantitas yang wajar tidak berlebihan yang dapat menguras sumber daya ekonomi, sehingga menjadi semakin menipisnya sumber ekonomi yang ada . Hal ini perlu diperhatikan bagi produsen dalam melakukan aktivitasnya. Produen tentunya harus memiliki sikap proaktif, kretaif dan inovatif untuk menemukan berbagai barang adan jasa yang memang dibutuhkan oleh konsumen. Sikap proaktif menemukan kebutuhan sangat penting, sebab terkadang konsumen juga tidak mengetahui apa yang sesungguhnya dibutuhkannya. Sikap seperti ini juga harus berorientasi ke depan yang menghsailkan manfaat begi kehidupan masa mendatang. Sikap seperti ini juga disebut sebagai kesadaran sebagai sesama manusia dimana tidak hanya manusia sekarang saja yang membutuhkan barang dan jasa, akan tetapi juga manusia pada masa mendatang. Implikasinya adalah tersedianya secara memadai berbagai kebutuhan bagi generasi mendatang dan setidaknya dapat menjadi penyeimbang bagi alam , yang akan terus memberikan jika dimanfaatkan dalam keadaan yang baik. Tujuan terakhir, yaitu pemenuhan sarana kebutuhan bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Alloh. Dengan kata lain, tujuan ini mendapatkan berkah yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh pengusaha itu sendiri. Implikasinya dengan tujuan seperti ini dapat memberikan keuntungan yang material saja, bahkan sebaliknya justru membutuhkan pengorbanan material. Kegiatan produksi ini tetap harus berlangsung , meskipun tidak memberikan keuntungan material sebab ia memberikan keuntungan di akhirat nanti.
Kemudian konsep falah akan dibahas dalam konsep distribusi, yang merupakan kegiatan ekonomi lanjutan dari produksi. Dimana hasil produksi disebarkan dan dipindahtangankan dari satu pihak ke pihak lain. Mekanisme yang digunakan dalam distribusi ini tidak lain adalah dengan cara pertukaran ( mubadalah) antara hasil produksi dengan hasil produksi lainnya atau antara hasil produksi dengan alat tukar ( uang). Berkenaan dengan distribusi dalam arti penyebaran dan penukaran hasil produksi ini, Islam telah memberikan tuntunan wajib diikuti oleh para pelaku ekonom muslim . Tuntunan tersebut secara hukum normatif tertuang dalam fiqh muammalah. Selain bentuk distribusi dengan cara pertukaran (exchange) ada juga model distribusi yang bukan berkaitan dengan hasil produksi , melainkan distribusi pendapatan ( distribution of income) yang lebih berorientasi pada distribusi kekayaan karena anjuran dan kewajiban agama, seperti : zakat, infaq, shodaqoh, serta bentuk- bentuk distribusi sosial lainnya : wakaf, hibah dan hadiah. Model- model distribusi ini mengacu pada prinsip Qur`ani yang menganjurkan agar harta kekayaan tidak berputar pada orang- orang kaya saja. Oleh karena itu, Al-Qur`an memerintahkan agar supaya harta kekayaan itu berputar sehingga terjadi pemerataan keadilan bagi masyarakat lainnya. Karena itu, pembahasan teori nilai distribusi tidak hanya dilihat / difokuskan pada profit oriented , melainkan berkaitan dengan nilai-nilai keadilan dan pemerataan pendapatan( social oriented).
Dalam Al-Qur`an disebutkan dalam surat Al Hasyr : 7
Artinya : ‘’ Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya’’.
Dalam ayat ini dijelaskan , hendaknya ada pendistribusian harta sebaiknya tidak hanya pada golongan orang kaya saja, tetapi siapapun yang membutuhkannya yang dikenal juga dengan istilah keadilan ekonomi . Dimana didalamnya mengandung nilai sosial pada pemerataan pendapatan dan tentunya mengharap ridho Alloh S.W.T. Implikasinya, terdapat pemerataan untuk setiap pendistribusian barang kepada konsumen sehingga tidak ada penghentian distribusi bagi konsumen yang membutuhkan.
Kemudian ,disebutkan dalam Al-Qur`an tentang pengonsumsian barang. Terdapat di surat Al Maidah ; 88
Artinya : ‘’Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya’’.
Salah satu ketetapan Al-Qur`an dalam bidang ekonomi yang menyangkut konsumsi terdapat empat prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam yang diisyaratkan dalam al Qur’an:
1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah (abstain from wasteful and luxurius living), yang bermakna bahwa, tindakan ekonomi diperuntukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan hidup(needs) bukan pemuasan keinginan (wants).
2. Implementasi zakat (implementation of zakat) dan mekanismenya pada tataran negara merupakan obligatory zakat system bukan voluntary zakat system. Selain zakat terdapat pula instrumen sejenis yang bersifat sukarela (voluntary) yaitu infak, shadaqah, wakaf, dan hadiah.
3. Penghapusan Riba (prohibition of riba); menjadikan system bagi hasil (profit-loss sharing) dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti sistem kredit (credit system) termasuk bunga (interest rate).
4. Menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct), jauh dari maisir dan gharar; meliputi bahan baku, proses produksi, manajemen, out put produksi hingga proses distribusi dan konsumsi harus dalam kerangka halal.
Dari empat prinsip demikian, terlihat model perilaku muslim dalam menyikapi harta. Harta bukanlah tujuan, ia hanya sekedar alat untuk menumpuk pahala demi tercapainya falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Islam memandang segala yang ada di di atas bumi dan seisinya adalah milik Allah SWT, sehingga apa yang dimiliki manusia hanyalah amanah. Dengan nilai amanah itulah manusia dituntut untuk menyikapi harta benda untuk mendapatkannya dengan cara yang benar, proses yang benar dan pengelolaan dan pengembangan yang benar pula. Sehingga perlu dilakukan beberapa cara agar terciptanya falah tersebut. Sementara itu Yusuf Qardhawi menyebutkan beberapa variabel moral dalam berkonsumsi, di antaranya; konsumsi atas alasan dan pada barang-barang yang baik (halal), berhemat, tidak bermewah-mewah, menjauhi hutang, menjauhi kebakhilan dan kekikiran. Dengan demikian aktifitas konsumsi merupakan salah satu aktifitas ekonomi manusia yang bertujuan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan kemenangan, kedamaian dan kesejahteraan akherat (falah), baik dengan membelanjakan uang atau pendapatannya untuk keperluan dirinya maupun untuk amal shaleh bagi sesamanya. Parameter kepuasan sendiri dalam ekonomi Islam bukan hanya terbatas pada benda-benda konkrit (materi), tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, seperti amal shaleh yang manusia perbuat. Kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh seorang manusia muslim ketika harapan mendapat kredit poin dari Allah SWT melalui amal shalehnya semakin besar.
B. Konsep Mashlahah dalam Ekonomi Islam
Menurut Imam Shatibi, maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang
mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi ini.Adalima elemen dasar menurut beliau, yakni: kehidupan atau jiwa (al-nafs),properti atau harta benda (al mal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atauketurunan (al-nasl). Semua barang dan jasa yang mendukung tercapainya dan terpeliharanyakelima elemen tersebut di atas pada setiap individu, itulah yang disebut maslahah.
Adapun sifat-sifat maslahah sebagai berikut:
Maslahah bersifat subyektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi hakim bagi masing masing dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan suatu maslahah ataubukan bagi dirinya. Namun, berbeda dengan konsep utility, kriteria maslahah telah ditetapkanoleh syariah dan sifatnya mengikat bagi semua individu. Misalnya, bila seseorangmempertimbangkan bunga bank memberi maslahah bagi diri dan usahanya, namun syariah telah menetapkan keharaman bunga bank, maka penilaian individu tersebut menjadi gugur.
Maslahah orang per seorang akan konsisten dengan maslahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep Pareto Optimum, yaitu keadaan optimal di mana seseorangtidak dapat meningkatkan tingkat kepuasan atau kesejahteraannya tanpa menyebabkanpenurunan kepuasan atau kesejahteraan orang lain.
Konsep maslahah mendasari semua aktivitas ekonomi dalam masyarakat, baik ituproduksi, konsumsi, maupun dalam pertukaran dan distribusi.Dengan demikian seorang individu Islam akan memiliki dua jenis pilihan:
Berapa bagian pendapatannya yang akan dialokasikan untuk maslahah jenis pertamadan berapa untuk maslahah jenis kedua.
Bagaimana memilih di dalam maslahah jenis pertama: berapa bagian pendapatannyayang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dunia (dalam rangka mencapai'kepuasan' di akhirat) dan berapa bagian untuk kebutuhan akhirat.Pada tingkat pendapatan tertentu, konsumen Islam, karena memiliki alokasi untuk hal-halyang menyangkut akhirat, akan mengkonsumsi barang lebih sedikit daripada non-muslim. Halyang membatasinya adalah konsep maslahah tersebut di atas. Tidak semua barang/jasa yangmemberikan kepuasan/utility mengandung maslahah di dalamnya, sehingga tidak semuabarang/jasa dapat dan layak dikonsumsi oleh umat Islam. Dalam membandingkan konsep'kepuasan' dengan 'pemenuhan kebutuhan' (yang terkandung di dalamnya maslahah), kitaperlu membandingkan tingkatan-tingkatan tujuan hukum syara' yakni antara daruriyyah,tahsiniyyah dan hajiyyah.
Seperti halnya dicontohkan dalam kegiatan utama ekonomi yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Dalam berproduksi sebaiknya memperhatikan waktu serta pengolahannya, pembagian waktu memproduksi yang diberikan janganlah melalaikan waktu ibadah sholat, demikian dengan cara pengelolaan maupun pengambilan bahan bakunya diharapkan terdiri dari barang yang halal serta sesuai dengan kebutuhan konsumen sehingga pemroduksian tidak mubadzir dan tidak adanya eksploitasi alam yang mengganggu keseimbangan alam. Kemudian dalam pendistribusiannya hendaklah tepat tidak ada penimbunan ( ikhtikar) yang bertujuan mudarat bagi konsumen dan menguntungkan diri sendiri. Membiarkan kelaparan, hingga mereka sanggup membayar lebih tinggi , hal ini bertentangan dengan maqashid syariah yang bertujuan menjaga jiwa. Dalam hal mengonsumsi barang, Islam memberi batasan pada konsumen dengan tidak memakan yang berlebihan , sesuai dengan pendapatan dan kebutuhan. Tentunya bila kita lihat pada saat ini, ketika banyak orang yang berhasrat membeli barang yang lebih tinggi , mereka menghalalkan berbagai cara dengan mencuri, merampok hingga membunuh sesamanya demi memuaskan kebutuhan diri sendiri. Maka dari itu, Islam memberi batasan agar tidak terjadi kejadian seperti itu, terlebih dengan mereka berpuasa yang tidak hanya memberikan keuntungan akhirat tapi juga bagi kesehatan jasmani.
C. Konsep Berkah dalam Ekonomi Islam
Berkah dapat diartikan sebagai kemanfaatan yang belum tentu dirasakan secara fisik , tetapi dapat memberikan sesuatu yang baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Seperti halnya seorang pengusaha yang mempunyai perusahaan akan memproduksi barang. Mereka memproduksi barang dengan memperhatikan kehalalan pengambilan barangnya, serta pengelolaanya dan melihat kebutuhan konsumen . Sehingga barangnya laku keras di pasaran dengan distribusi yang tepat di daerah yang diprediksi membutuhkan barang tersebut. Serta melakukan berbagai inovasi atas barang tersebut. Akibatnya, pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang banyak serta ia puas dapat memenuhi kebutuhan dari tiap inovasi yang dilakukannya terhadap barang produksinya.
Demikian bila seseorang yang ingin membeli sesuatu barang yang sangat diinginkannya dengan bekerja dan menabung, sehingga mencapai hasil yang dibutuhkan. Terlebih dalam mencarinya ia menjauhkan diri dari hal yang mengharamkan. Setelah waktunya tepat untuk membeli barang tersebut, ia merasa senang dengan pencapaianya yang mampu membeli barang tersebut tanpa berlebihan karena sudah direncankan pembelian sebelumnya. Dari kedua peristiwa diatas dapat saya simpulkan bahwa berkah sendiri dapat berbentuk sesuatu yang dapat menyebabkan kesenangan pada diri sendiri serta memberikan kesenangan pada orang lain , seperti halnya pengusaha memberikan pemuasan kebutuhan pada konsumennya.
D. Studi kasus
1. Fenomena ekonomi pada bulan Ramadlan di masyarakat muslim pada umumnya pada satu sisi bisa menggerakkan kegiatan ekonomi, tapi pada sisi lain bisa mendorong perilaku konsumtif pada sebuah masyarakat. Uraikan pendapat/solusi Anda terkait dengan fenomena di atas dalam perspektif ekonomi Islam sehingga roda ekonomi tetap meningkat namun kita juga tidak terjebak dalam perilaku yang konsumtif!
Jawaban : Puasa berarti menahan, menahan dari sesuatu yang buruk. Dalam pengaplikasiannya terhadap kegiatan ekonomi , masayarakat tentunya harus memilih mana yang penting ataupun tidak. Bukan disaat berbuka kita mengonsumsi barang yang banyak sehingga melakukan ibadah taraweh menjadi malas. Akan tetapi, dapat disiasati dengan membeli kebutuhan jangka panjang sehingga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi untuk penjual, dimana nantinya dalam mengonsumsi tidak berlebihan .
2.Banyak orang yang berpandangan bahwa konsep ekonomi Islam sangat normatif sehingga tidak mempunyai indikator yang jelas dalam aplikasinya. Jelaskan bahwa statemen tersebut kurang tepat beserta argumentasi yang kongkrit!
Jawaban : Ekonomi konvensional sebenarnya hampir mirip dengan Ekonomi Syariah, karena pada kenyataanya doktrin yang didapat dari konvensional diambil dari para ekonom Muslim. Artinya hampir tidak ada perbedaan didalamnya. Namun, pada saat ini, terdapat kekeliruan sehingga hanya menguntungkan satu pihak di dalam kegiatan ekonomi tersebut. Seperti halnya saya jelaskan tadi dalam subpembahasan sebelumnya bahwa ekonomi Islam melahirkan mashlahah , berkah serta tujuan yang luhur yaitu memeperoleh al falah ( kebaikan dunia dan akhirat). Saya contohkan pengusaha tadi , dengan pemroduksian seperti itu, ia terhindar dari keadaan eksploitasi alam yang mengganggu keseimbangan alam, memberi keuntungan pada perusahaan serta dapat memuaskan kebutuhan banyak masyarakat dengan inovasinya.
3. Banyak orang yang mengasosiasikan dan mereduksi konsep ekonomi Islam dengan fikih mu’amalah, bahkan ada pula yang “mengerdilkan” dengan sistem perbankan syariah, ada pula yang memiliki asumsi bahwa ekonomi Islam hanya bisa diterapkan di sebuah negara Islam. Jelaskan bahwa pandangan tersebut tidak tepat dan berikan masing-masing dengan argumen yang jelas dan tepat !
Jawaban : Konsep Ekonomi Islam memang tidak terlepas dengan fiqh muammalah sendiri, karena kegiatan ekonomi tidak hanya berhubungan dengan ketuhanan ( tauhid) tetapi juga sosial ( muammalah ). Sistem perbankan syariah juga termasuk didalamnya dimana terdapat fiqh muammalah yang berhubungan dengan muammalah yang juga disandarkan pada Al-Qur`an dan Hadits untuk mencapai mashlahah bersama. Sistem ekonomi Islam sendiri bisa diterapkan pada negara non Islam, terbukti dengan banyaknya bank Syariah di negara Eropa serta peneliti non Islam yang meneliti tentang Ekonomi Islam itu sendiri. Dimana di dalam sistem tersebut mampu memberikan pendapatan yang tinggi bagi perusahaan dan memiliki nilai sosial bagi masyarakat kebanyakan.
Bab III
Penutup
Kesimpulan :
Sistem ekonomi Islam yang terkandung didalamnya prinsip AlQur`an dan Hadits mengandung nilai- nilai ketauhidan dan sosial . Dimana seorang Muslim diberi batasan- batasan didalamnya sehingga mampu memberikan berkah , mashlahah serta tujuan yang luhur yaitu memperoleh falah ( kebaikan dunia dan akhirat) . Sistem seperti ini tak hanya dipakai oleh negara Islam , tetapi banyak juga diberlakukan di negara non Islam. Terbukti mereka mampu bersaing di dalam negeri. Sistem Ekonomi Islam sendiri memberikan keuntungan pendapatan bagi produsen serta manfaat bagi kebanyakan konsumen.
.
Daftar pustaka
Aziz, Abdul. Ekonomi Islam : Analisis Mikro & Makro. 2008. Graha Ilmu : Yogyakarta
Hidayat, Muhammad. An introduction The Sharia Economic . 2010. Zikrul Hakim : Jakarta
www.ditpertais.net
www.pengantarekonomi.multiply.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar